Pengembangan Gunung Batur Sebagai Daya Tarik Wisata Petualangan Berbasis Ekologi dan Pariwisata Berkelanjutan
Oleh: Nararya Narottama
Abstract
Mountains and mountains is one of the attractions of nature that is quite prominent and attracted many tourists. In addition to the beautiful panoramic landscape, the air is cool and comfortable, some mountain attractions can be achieved by tourists easily. Tourism activities are more challenging, as the climb to the top of the mountain- that is supported with a clear climbing route-also began to demand by tourists adolescents and their adventurous. Generally attractions being developed in Indonesia is still relying on the attraction owned tourist resources (resource-based tourism) and have not dug deeper in terms of their knowledge (knowledge-based tourism). Similarly, volcanic attractions, which have utilized the "physical form" of the volcano. Though expected from tourism activities, tourists do not only benefit in terms of pleasure (pleasure) alone, but also get the benefits of useful knowledge. And also for sustainability and ecological aspects.This can be a value-added in these attractions.
Abstraks
Gunung dan pegunungan merupakan salah satu jenis obyek wisata alam yang cukup menonjol dan banyak diminati wisatawan. Selain panorama bentang alam yang indah, udara yang sejuk dan nyaman, beberapa obyek wisata gunung atau pegunungan dapat dicapai wisatawan dengan mudah. Kegiatan wisata alam yang lebih menantang seperti pendakian hingga ke puncak gunung –yang ditunjang dengan jalur pendakian yang jelas- juga mulai diminati oleh wisatawan remaja dan mereka yang berjiwa petualang. Umumnya obyek wisata yang dikembangkan di Indonesia masih mengandalkan pada daya tarik yang dimiliki sumberdaya wisatanya (resource based tourism) dan belum menggali lebih dalam pada segi keilmuannya (knowledge based tourism). Demikian juga dengan obyek wisata gunung api, yang baru memanfaatkan “bentuk fisik” dari suatu gunung api. Padahal diharapkan dari satu kegiatan wisata, wisatawan tidak hanya mendapat manfaat dari segi kesenangan (pleasure) belaka, tetapi juga bisa mendapatkan manfaat keilmuan yang berguna. Dan juga keberlanjutan serta aspek-aspek ekologis. Hal ini dapat menjadi nilai tambah pada obyek wisata tersebut.
Pendahuluan
Bali, sebuah pulau kecil yang memiliki daya tarik yang luar biasa. Berbagai julukan telah diberikan, antara lain Pulau Seribu Pura, Pulau Dewata, The Last Paradise On Earth dan lain-lain. Hal ini juga meneyebabkan semakin banyak wisatawan yang datang ke Bali untuk berwisata. Tuhan menganugrahkan pulau kecil ini dengan alam yang sangat menawan, demikian juga budaya dan kultur masyarakatnya yang bernafaskan Hindu. Dari sekian banyak potensi pariwisata yang dimiliki Bali, masih banyak terjadi kesenjangan diantara masyarakat, para pelaku pariwisata serta alam lingkungan
Keindahan alam dan kebudayaan Bali yang unik dan beranekaragam yang dituntun atau berpedoman pada falsafah Hindu dan keindahan alam menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan, baik wisatawan manca negara, wisatawan domestik maupun wisatawan nusantara. Untuk menjaga keberlanjutan pariwisata di Bali, Pembangunan pariwisata di Bali selalu berdasarkan pada penerapan konsep “Tri Hita Karana”. Konsep ini bertujuan untuk menyeimbangkan hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam. Diharapkan dengan keharmonisan ini, manusia (orang yang tinggal di Bali) dapat memperoleh manfaat dalam bentuk kesejastraan, kemakmuran, kebahagiaan dan kedamaian dalam hidupnya (Darmayuda, dkk. 1991 : 6-8)
Pada awal berkembangnya pariwisata Bali, masih berorientasi pada “Mass Tourism” atau pariwisata massal. Konsep ini lebih mementingkan kuantitas daripada kualitas wisatawan. Dalam jangka pendek, konsep ini memang membawa manfaat secara ekonomi, namun dalam jangka panjang, konsep ini juga memberikan dampak negatif. Dempak negatif antara lain kerusakan lingkungan, persaingan usaha yang tidak sehat, serta kurangnya peran serta masyarakat secara langsung. Dalam hal ini, penerimaan masyarakat dari sektor pariwisata tidak merata. Ketika bom mangguncang Bali beberapa tahun yang lalu, dunia pariwisata goyah. Belum lagi isu flu burung, terorisme, rabies serta krisis moneter dunia.
Saat ini, muncul kecendrungan pariwisata beralih menuju “Quality Tourism”, yang lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas wisatawan. Kembali ke alam menjadi trend kegiatan pariwisata di Bali. Pulau surga ini menawarkan banyak kemungkinan untuk jenis kegiatan ini. Bali diberkati dengan alam yang indah. Bali memiliki ekosistem alami yang terawat, seperti pantai, pegunungan, danau, air terjun, bukit, air panas alam, hutan, dan lainnya. Wisata alam di Bali sangat menarik untuk dieksplorasi.
Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam, berbagai hal terus diupayakan untuk mengeksploitasi kekayaan alam kita. Namun manusia tidak akan pernah bisa menaklukkan alam sepenuhnya. Ketika alam menunjukkan kemarahannya, maka terjadilah bencana. Berbagai bencana alam terjadi di Indonesia, disebabkan oleh manusia yang terlalu sering merusak alam. Bencana banjir di beberapa daerah di Jawa, Tsunami di Aceh, dan yang terbaru adalah banjir bandang di Papua, meletusnya Gunung Merapi dan tsunami di Mentawai pada saat yang hampir bersamaan. Ini menunjukkan manusia adalah mahluk yang sangat kecil dan tak berdaya di hadapan alam.
Foto 1: Gunung Merapi meletus, (www.nabababan.wordpress.com, 10/06/2010)
Merapi adalah nama sebuah gunung berapi di provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta, Indonesia yang masih sangat aktif hingga saat ini. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Letaknya cukup dekat dengan Kota Yogyakarta dan masih terdapat desa-desa di lerengnya sampai ketinggian 1700 m. Bagi masyarakat di tempat tersebut, Merapi membawa berkah material pasir, sedangkan bagi pemerintah daerah, Gunung Merapi menjadi obyek wisata bagi para wisatawan. Kini Merapi termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (Anon 1, 2011)
Berdasarkan data pada www.wikipedia.com, tanggal 10 Juni 2011, Taman Nasional Gunung Merapi adalah sebuah taman nasional (sering disingkat TN) yang terletak di Jawa bagian tengah. Secara administrasi kepemerintahan, wilayah taman nasional ini masuk ke dalam wilayah dua propinsi, yakni Jawa Tengah dan Yogyakarta. Penunjukan kawasan TN Gunung Merapi dilakukan dengan SK Menhut 134/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004. Tujuan pengelolaannya adalah perlindungan bagi sumber-sumber air,sungai dan penyangga sistem kehidupan kabupaten/kota-kota Sleman, Yogyakarta, Klaten, Boyolali, dan Magelang. Sementara ini, sebelum terbentuknya balai pengelola taman nasional, TN G Merapi berada di bawah pengelolaan Balai KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam) Yogyakarta. (Anon 2, 2011)
Gunung Api dan Pariwisata
Berdasarkan data pada www.wikipedia.com, tanggal 10 Juni 2011, Taman Nasional Gunung Merapi adalah sebuah taman nasional (sering disingkat TN) yang terletak di Jawa bagian tengah. Secara administrasi kepemerintahan, wilayah taman nasional ini masuk ke dalam wilayah dua propinsi, yakni Jawa Tengah dan Yogyakarta. Penunjukan kawasan TN Gunung Merapi dilakukan dengan SK Menhut 134/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004. Tujuan pengelolaannya adalah perlindungan bagi sumber-sumber air,sungai dan penyangga sistem kehidupan kabupaten/kota-kota Sleman, Yogyakarta, Klaten, Boyolali, dan Magelang. Sementara ini, sebelum terbentuknya balai pengelola taman nasional, TN G Merapi berada di bawah pengelolaan Balai KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam) Yogyakarta. (Anon 2, 2011)
Gunung Api dan Pariwisata
Indonesia sangat beruntung di karuniai berbagai sumber daya wisata, baik alam maupun budaya. Yang dapat dipergunakan untuk mengembangkan sector pariwisata. Potensi-potensi tersebut memiliki berbagai objek dan daya tarik, tersebar di seluruh nusantara. Objek wisata pantai, laut, gunung, hutan, sungai, gua, air terjun, hingga sawah menjadi tujuan wisatawan lokal dan internasional. demikian juga dengan wisata budaya seperti tari-tarian, kerajinan rakyat dan arsitektur tradisional juga merupakan suatu daya tarik tersendiri. Khusus untuk keragaman potensi wisata alam, hal ini tidak terlepas dari kondisi geografis dan geomorfologis Indonesia. Sebagai negara kepulauan yang terletak di khatulistiwa, Indonesia memiliki iklim tropis dengan pengaruh musim angin Barat dan Timur. Matahari yang bersinar hampir sepanjang tahun ber pengaruh pada kekayaan flora dan fauna yang dimiliki Indonesia.
Letak Indonesia pada pertemuan antara sesar Indo-Australia yang bergerak ke arah utara dan bertabrakan dengan sesar Eurosia, menyebabkan patahan dan tumbukan sepanjang barat Sumatera, selatan Jawa Barat dan menerus ke Bali, Nusa Tenggara hingga ke Laut Banda dan Maluku. Selain itu Indonesia berada pada jalur gunung api, memanjang sejauh 7.000 km, membentang dari Pulau Sumatera melalui Pulau Jawa, Bali dan kepulauan Nusa Tenggara, hingga Maluku. Tidak kurang dari 400 buah gunung api dengan 70 diantaranya masih aktif, berada di wilayah tersebut (Sumber: The Human Environment, Indonesian Heritage, 1996).
Potensi gunung api yang cukup tinggi, baik yang masih aktif maupun tidak, termasuk gunung api yang terdapat di dasar laut dimiliki oleh Indonesia. Orang awam lebih menganggap saat ini gunung api lebih merupakan ancaman bahaya seperti gunung meletus, lahar panas, gempa bumi, maupun ancaman tsunami, meskipun disadari pula bahwa keberadaan gunung api memberikan kontribusi pada kesuburan tanah, bahan galian dan meterial, panorama alam dan hal-hal lainnya yang bersifat positif.
Beberapa gunung di Indonesia yang menjadi objek wisata terkenal di Indonesia antara lain, Gunung Krakatau di Selat Sunda merupakan salah satu contoh gunung api di Indonesia yang terkenal dan telah dikunjungi wisatawan, yang pada umumnya peneliti dan wisatawan minat khusus. Letusan dahsyatnya pada tanggal 27 Agustus 1883 menggegerkan seluruh dunia, yang menyebabkan gunung api di Indonesia ini menjadi sangat terkenal (www.wikipedia.org/wiki/Krakatau, 10/06/2011).
Gunung Bromo merupakan gunung berapi lainnya yang menjadi tujuan wisata utama di Jawa Timur. Dengan kaldera pasirnya seluas 10 km2, mendaki ke Puncak Bromo sambil menikmati matahari terbit merupakan daya tarik yang dicari wisatawan. Adanya upacara Kesodo oleh masyarakat suku Tengger setiap tanggal 10 bulan Kesodo menambah daya tarik wisata gunung ini (Diparda Jawa Timur, 1997/1998). Gunung Tangkuban Parahu di Jawa Barat yang terkenal dengan Legenda Sangkuriangnya,Gunung Agung dan Gunung Batur di Bali, Gunung Tambora, Gunung Kelimutu dengan 3 buah danau kawah yang memiliki tiga warna yang berbeda di Ende, NTT bahkan diangap sebagai salah satu keajaiban alam. Masih banyak gunung api lainnya di tanah air yang juga memiliki keindahan dan daya tarik namun belum dikembangkan sebagai obyek wisata petualangan secara maksimal
Produk wisata petualangan, begaimanapun membentuk suatu sektor dalam industri pariwisata dengan sangat baik. Tur petualangan merupakan produk tur komersial dimana klien secara spesifik membeli dan mengambil bagian dalam akitifitas outdoor, yang mana hal ini dirasakan lebih menarik dan menantang, dan alam bebas dinikmati beserta pemandangannya, tumbuhannya dan hewan yang ada di dalamnya. (Buckley, Adventure Tourism, 2007)
Pariwisata Alam, Antara Sustainabilitas dan Ecotourism
Pariwisata alam atau nature tourism atau nature based tourism adalah seluruh bentuk pariwisata yang secara langsung tergantung pada sumber daya alam yang belum berkembang/dikembangkan, termasuk pemandangan, topografi, perairan tumbuhan dan hewan liar (World Conservation Union, 1996). Dengan demikian, pariwisata alam dapat meliputi beraneka ragam, seperti trekking, mounteneering, piknik, berjalan-jalan, berburu, arung jeram, motor biking di perdesaan, hingga off-road driving. Dengan kata lain, pariwisata alam dapat bersifat sustainable maupun unsustainable.
Pariwisata Berkelanjutan atau sustainable tourism adalah pariwisata yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan maupun daerah tujuan wisata pada masa kini, sekaligus melindungi dan mendorong kesempatan serupa di masa yang akan datang. Pariwisata Berkelanjutan mengarah pada pengelolaan seluruh sumber daya sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, social dan estetika dapat terpenuhi sekaligus memelihara integritas kultural, proses ekologi yang esensial, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan (World Tourism Organisation). Pengertian tersebut secara implisit menjelaskan bahwa dalam pendekatan pariwisata berkelanjutan bukan berarti hanya sector pariwisata saja yang berkelanjutan tetapi juga berbagai aspek kehidupan dan sektor sosial ekonomi lainnya yang ada di suatu daerah (Butler, 1991).
Konsep pembangunan berkelanjutan pertama kali di kumandangakan dalam konfrensi di Stockholm pada tahun 1972. Selanjutnya konfrensi ini dikenal dengan “Stockholm Conference on Human and Environment”. Secara singkat definisi pembangunan berkelanjutan adalah sebagai berikut: Sustainable development is defined as a process of meeting the present needs without compromising the ability of the future generations to meet their own needs (WCED, 1987 : 8).
Dari kutipan di atas, dapat dijelaskan bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan (segala sesuatu yang kita perlukan dan nikmati) sekarang dan selanjutnya diwariskan kepada generasi mendatang. Jadi dengan pola pembangunan berkelanjutan, generasi sekarang dan generasi yang akan datang mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk menikmati alam beserta isinya ini.
Sehubungan dengan pesatnya perkembangan pariwisata di Bali, pola pembangunan berkelanjutan tersebut di atas sangat cocok diterapkan dalam pengembangan pariwisata di Bali. Ini bertujuan untuk melestarikan (merajegkan) keberadaan pariwisata yang ada sekarang ini kepada generasi yang akan datang. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa pariwisata berkelanjutan merupakan sebuah proses dan sistem pengembangan pariwisata yang bisa menjamin keberlangsungan atau keberadaan sumberdaya alam, kehidupan sosial dan ekonomi, dan budaya ke generasi yang akan datang (Ardika, 2003 : 9).
Dalam www.terranet.or.id, tanggal 14 Juni 2011, istilah Ecotourism yang merupakan kependekan dari ecological tourism atau pariwisata ekologis hanyalah salah satu bentuk Pariwisata Berkelanjutan, yaitu yang berlangsung di lingkungan yang masih relatif alamiah. Dengan memperhatikan pengertian pendekatan pembangunan Pariwisata Berkelanjutan maka yang digolongkan ke dalam Ecotourism adalah perjalanan dan kunjungan ke lingkungan alam yang relatif masih asli, yang dilakukan secara bertanggung jawab, untuk menikmati dan menghargai alam (dan segala bentuk budaya yang menyertainya), yang mendukung konservasi, memiliki dampak yang rendah dan keterlibatan aktif sosio ekonomi masyarakat setempat (IUCN’s Ecotourism Programme)
Dengan pengertian tersebut maka dapat dijabarkan beberapa prinsip yang menjadi karakteristik khusus suatu kegiatan ecotourism yaitu:
1. Meningkatkan etika lingkungan dan perilaku yang positif dari pelaku-pelakunya. Artinya, penyelenggaraan perjalanan tersebut membuat wisatawan, industry pariwisata, pemerintah dan masyarakat setempat makin ramah lingkungan.
2. Tidak menurunkan kualitas sumber daya alam. Prinsip ini memiliki konsekuensi yang sangat panjang. Untuk menjaga kualitas lingkungan, pada tahap perencanaan harus dilakukan pengukuran daya dukung lingkungan, pada tahap pelaksanaan harus digunakan metoda dan teknik yang meminimasi dampak, sementara itu perlu dilakukan upaya monitoring yang berkesinambungan.
3. Berkonsentrasi pada nilai-nilai intrinsik bukan pada nilai ekstrinsik. Artinya, daya tarik utama dari suatu tujuan ecotourism adalah apa yang terdapat di lingkungan itu sendiri (misal: keanekaragaman hayati, keaslian alam), bukannya fasilitas atau komponen lainnya (misal: akomodasi, restoran).
4. Berorientasi pada pertimbangan kepentingan/sekitar lingkungan, bukan sekitar manusia. Seiring dengan prinsip nomor tiga, sebuah penyelenggaraan ecotourism, tidak ‘mengorbankan’ lingkungan untuk kepentingan manusia. Oleh karena itu, pembangunan fasilitas yang dibutuhkan oleh pengunjung dibatasi dan jangan sampai mengganggu berlangsungnya proses alamiah penting.
5. Harus bermanfaat bagi satwa liar dan lingkungannya. Pelaksanaan ecotourism, bukan sekedar ‘tidak mengganggu’ satwa liar dan lingkungannya, melainkan harus memberikan kontribusi bagi keberlanjutannya. Oleh karena itu, slogan “take only pictures and leave only footsteps” tidak lagi dapat menjadi prinsip ecotourism karena tidak memberikan kontribusi apa-apa pada lingkungan yang dikunjunginya dan ‘penghuninya’.
6. Menyediakan pengalaman langsung dengan lingkungan alam (dan budaya yang ada di sekitarnya) di daerah yang belum terbangun.
7. Secara aktif melibatkan masyarakat lokal dalam proses-proses kepariwisataan. Proses-proses kepariwisataan merupakan proses yang cukup panjang, meliputi perencanaan, pengambilan keputusan, persiapan, pelaksanaan, monitoring dan seterusnya, dan sebuah penyelenggaraan ecotourism melibatkan masyarakat setempat dalam seluruh rangkaian proses tersebut, bukan hanya pada satu proses saja.
8. Tingkat kepuasan wisatawan diukur dari kadar pendidikan dan penghargaannya terhadap lingkungan bukan dari pencapaian fisik dan penaklukan tantangan olehnya. Keberhasilan sebuah perjalanan eco-tourism dinilai dari banyaknya pengetahuan, tingginya kesadaran dan, pada gilirannya menimbulkan tingginya penghargaan wisatawan terhadap lingkungan, bukan pada jauhnya jarak yang berhasil ditempuh atau tingginya gunung yang berhasil didaki.
9. Melibatkan persiapan dan pengetahuan yang mendalam baik dari sisi pemandu/pemimpin wisata, wisatawan, maupun masyarakat setempat. Tanpa persiapan dan pengetahuan yang memadai mengenai alam dan budaya, yang akan dikunjungi maupun yang akan mengunjungi, akan sulit tercapai saling pengertian antar pihak yang terlibat (Tribuwani, Jurnal Pariwisata 2002)
Menurut Kantor Pariwisata Nasional, Australia 1997, Ekowisata merupakan 'wisata berbasis alam yang melibatkan interpretasi dari lingkungan alam dan budaya dan manajemen yang berkelanjutan secara ekologis dari kawasan alami'. Ekowisata dipandang sebagai tanggung jawab ekologis dan sosial, dan sebagai membina apresiasi dan kesadaran lingkungan . Hal ini didasarkan pada penikmatan terhadap alam dengan dampak lingkungan yang minimal. Unsur pendidikan ekowisata, yang meningkatkan pemahaman tentang lingkungan alam dan proses ekologi, membedakannya dari perjalanan petualangan dan tamasya.
Profil Gunung Batur
Gunung Batur merupakan sebuah gunung berapi aktif hingga saat ini, berada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, Indonesia. Terletak di barat laut Gunung Agung, gunung ini memiliki kaldera berukuran 13,8 x 10 km dan merupakan salah satu yang terbesar dan terindah di dunia (van Bemmelen, 1949). Pematang kaldera tingginya berkisar antara 1267 m - 2152 m (puncak G. Abang). (Anon 4, 2011)
Foto 2: Peta Pulau Bali (www.hayesbrothers.net, 14/06/2011)
Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Batur, tanggal 10/06/2011, disebutkan bahwa di dalam kaldera I terbentuk kaldera II yang berbentuk melingkar dengan garis tengah lebih kurang 7 km. Dasar kaldera II terletak antara 120 - 300 m lebih rendah dari Undak Kintamani (dasar Kaldera I). Di dalam kaldera tersebut terdapat danau yang berbentuk bulan sabit yang menempati bagian tenggara yang panjangnya sekitar 7,5 km, lebar maksimum 2,5 km, kelilingnya sekitar 22 km dan luasnya sekitar 16 km2 yang yang dinamakan Danau Batur.
Kaldera Gunung Batur diperkirakan terbentuk akibat dua letusan besar, 29.300 dan 20.150 tahun yang lalu, Gunung Batur terdiri dari tiga kerucut gunung api dengan masing-masing kawahnya, Batur I, Batur II dan Batur III. (Anon 5, 14/06/2011)
Foto 3: Peta Daerah Bangli
Seperti termuat dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Batur, tanggal 10/06/2011,
Gunung Batur telah berkali-kali meletus. Kegiatan letusan Gunung Batur yang tercatat dalam sejarah dimulai sejak tahun 1804 dan letusan terakhir terjadi tahun 2000. Sejak tahun 1804 hingga 2005, Gunung Batur telah meletus sebanyak 26 kali dan paling dahsyat terjadi tanggal 2 Agustus dan berakhir 21 September 1926. Letusan Gunung Batur itu membuat aliran lahar panas menimbun Desa Batur dan Pura Ulun Danu Batur. Desa Batur yang baru, dibangun kembali di pinggir kaldera sebelah selatan Kintamani. Pura Ulun Danu dibangun kembali, hingga saat ini masih terkenal sebagai salah satu pura yang paling indah di Bali. Pura ini dipersembahkan untuk menghormati "Dewi Danu" yakni dewi penguasa air, seperti halnya pura yang terdapat di Danau Bratan juga dipersembahkan untuk memuja "Dewi Danu" (Anon 5, 2010)
Cara pencapain wilayah
Pencapaian lokasi kawasan Gunung Batur sangatlah mudah, dari Denpasar menuju Kintamani (Kota Kecamatan yang merupakan kawasan wisata Gunung Batur) dapat dilakukan dengan kendaraan pribadi, bus, taksi atau kendaraan biro perjalanan wisata di Bali, karena kawasan Gunung Batur adalah salah satu obyek wisata yang terkenal di Bali dan banyak pengunjungnya, sehingga fasilitas jalan dan transportasi telah dipersiapkan oleh pemerintah dan swasta, termasuk jalan di dalam kaldera. Sarana jalan di dalam kaldera dan menuju dasar kaldera juga sebagai sarana lalu lintas bagi penduduk yang bermukim di dalam Kaldera Batur.
Untuk turun menuju dasar kaldera mudah dicapai dengan kendaraan roda empat dari Panelokan. Kondisi jalan cukup baik, beraspal mengelilingi tubuh Gunung Batur, sehingga dalam perjalanannya dapat melihat kondisi tubuh Gunung Batur dari segala arah dari dalam kaldera.
Foto 4: Pemandangan Gunung Batur
(www.balibagustravel.blogspot.com, tanggal 10/06/2011)
Cara pencapaian puncak/kawah
Pencapaian kawah/puncak Gunung Batur dapat dilakukan dari beberapa arah, di antaranya yang mudah adalah dari arah baratlaut dimulai dari Latengaya atau dari Yehmampeh. Dari jalur ini dapat dengan mudah mencapai Kawah yang memerlukan waktu 30 menit. Selain itu untuk mencampai puncak juga dapat dilakukan dari arah selatan dimulai dari Desa Seked dan dari arah timurlaut dimulai dari Desa Songan. Dari ketiga arah tersebut yang paling mudah adalah pendakian dari Desa Yehmampeh dari arah baratlaut.
Bagi para pendaki yang memerlukan pemandu perjalanan ke kawah sangatlah mudah, karena di Panelokan telah tersedia para pemandu dari Himpunan Porter Kawasan Wisata Gunung Batur. Sebaiknya bagi para wisatawan yang melakukan pendakian terhadap kawah-kawah Gunung Batur disarankan agar membawa pemandu wisata.
(http://202.51.233.205/gunungapiIndonesia/batur/main.html)
Potensi Wisata Gunung Batur
Daerah yang dapat ditonjolkan sebagai obyek wisata adalah kawah, kaldera dan danau. Terdapat aliran air dalam tanah yang mengalirkan air Danau Batur, yang muncul menjadi mata air di beberapa tempat di Bali dan dianggap sebagai "Tirta Suci". Wisata budaya yang terdapat di kawasan Gunung Batur adalah Trunyan. Meskipun seluruh penduduk Trunyan beragama Hindu seperti umumnya masyarakat Bali, mereka menyatakan bahwa Hindu Trunyan merupakan Hindu asli warisan kerajaan Majapahit. Di sebelah utara Trunyan terdapat “kuban”, sebuah tempat makam desa, namun jenazah tidak dikuburkan atau dibakar, melainkan diletakkan di bawah pohon setelah dilakukan upacara kematian yang rumit. Tempat pemakamanan ini dipenuhi oleh tulang-tulang, dan bisa jadi kita menemukan mayat yang masih baru.
Foto 5: View Gunung Batur dari atas (Sumber: Google Earth, 10/06/2011)
Penelokan terletak di sebelah Selatan Desa Batur Tengah, Kecamatan Kintamani kira-kira 23 km dari Kota Bangli atau 63 km dari Denpasar ibukota Propinsi Bali. Sepanjang areal Batur memiliki pemandangan yang sangat menarik merupakan wilayah Kecamatan Kintamani yang terletak di bagian Utara Bangli. Penelokan adalah tempat yang terbaik untuk melihat pemandangan Gunung Batur dan Danau Batur. Letaknya kira-kira 1500 meter dari permukaan laut yang dari tahun ke tahun memiliki temperatur ± 22o C di siang hari, dan 16 derajat Celsius di malam hari. Banyak pengunjung baik domestik maupun internasional, memilih tempat ini untuk dapat menikmati udara pegunungan yang dingin dan segar. Tentunya hal ini sangat menyenangkan sambil menikmati pemandangan yang indah dengan lava hitam yang padat berasal dari letusan Gunung Batur pada tahun 1917 yang menghancurkan seluruh desa di sekitarnya. Desa Kedisan terletak di tepi Selatan Gunung Batur 7 Km dari Penelokan dan sepanjang jalan Kecamatan Kintamani atau 27 Km dari kota Bangli. Sebuah desa kecil, dengan udaranya yang dingin dan segar serta keramahan penduduknya yang berdampingan dengan desa lainnya seperti Batur, Buahan, Trunyan, dan desa Songan sehingga disebut Desa Bintang Danu, karena terletak di tepi Gunung Batur. Toya Bungkah terletak di tepi sebelah Barat Danau Batur, 11 Km dari penelokan Kecamatan Kintamani. Tempat ini sangat menyegarkan dan cocok untuk memancing dan berenang. Disana juga ada air panas yang airnya berasal dari kaki Gunung Batur. Masyarakat disana percaya bahwa air ini dapat menyembuhkan segala jenis penyakit kulit. Tempat ini sudah dikenal sejak tahun 1930 terutama oleh para ilmuwan asing. Fasilitas yang terdapat disini antara lain, penginapan, hotel dan restoran serta aula untuk mementaskan tari-tarian tradisional maupun modern. (Anon 6, 10/06/2011)
Pura Batur yang lebih dikenal dengan Pura Ulun Danu terletak pada ketinggian 900 m di atas permukaan laut tepatnya di Desa Kalanganyar Kecamatan Kintamani di sebelah Timur jalan raya Denpasar-Singaraja. Pura ini menghadap ke barat yang dilatarbelakangi Gunung Batur dengan lava hitamnya serta Danau Batur yang membentang jauh di kaki Gunung Batur, melengkapi keindahan alam di sekeliling pura. Sebelum letaknya yang sekarang ini, Pura Batur terletak di lereng Barat Daya Gunung Batur. Karena letusan dasyat pada tahun 1917 yang telah menghancurkan semuanya, termasuk pura ini kecuali sebuah pelinggih yang tertinggi. Akhirnya berkat inisiatif kepala desa bersama pemuka desa, mereka membawa pelinggih yang masih utuh dan membangun kembali Pura Batur ke tempat yang lebih tinggi yakni pada lokasi saat ini. Upacara di pura ini dirayakan setiap tahun yang dinamakan Ngusaba Kedasa.
Wisata trekking Gunung Batur, Kabupaten Bangli, diminati para wisatawan asing dengan rata-rata tiap hari sebanyak 20 turis melakukan pendakian ke gunung tersebut. Hingga saat ini, pendakian ke Gunung Batur oleh wisatawan asing terus meningkat. Setiap harinya sekitar 20 orang wisatawan asing memanfaatkan wisata trekking ini.
Wisatawan yang melakukan wisata petualangan, secara langsung dapat membantu masyarakat lokal, entah sebagai guide ataupun porter. Bepergian dengan berjalan kaki melalui pedalaman membawa semua perbekalan dan peralatan sendiri adalah kegiatan rekreasi yang populer di banyak negara maju. Ini adalah berbagai cara yang dikenal, di berbagai negara, seperti hiking, wisata menyusuri alam, berkemah, trekking atau hanya berjalan, dan mungkin berlangsung selama beberapa jam, hari atau minggu, pada jalan setapak. Di daerah yang jarang penduduknya di beberapa negara berkembang, bepergian dengan berjalan kaki hanyalah bagian dari kehidupan sehari-hari yang normal. Di daerah lain, penduduk setempat sekarang dapat membuat penghasilan untuk hidup dengan membantu pendaki asing. (Buckley, Adventure Tourism, 2007)
Gunung Batur mempunyai sejumlah keistimewaan yang tak dimiliki gunung lainnya. Pemandangan saat matahari terbit (Sunrise) merupakan daya tarik yang sangat diminati wisatawan asing, sehingga mereka betah dalam pendakian, selain sunrise, para wisatawan juga dapat menikmati panorama Gunung Rinjani yang ada di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Memasak air dengan belerang di Gunung Batur akan menjadi kenangan pendakian yang sering tak dilupakan wisatawan.
Foto 6: Pesona Sunrise Gunung Batur (Sumber: Koleksi Pribadi Penulis)
Untuk melihat momen matahari terbit dari Gunung Batur, keberangkatan pendakian harus dimulai pukul 04.00 Wita. Pendakian membutuhkan waktu 1,5 jam sejauh 1 km dengan rute mulai dari Pura Jati atau Toya Bungkah. Jika perjalanan itu tepat waktu, maka pendaki akan bisa menikmati indahnya matahari terbit.
Adapun pantangan dalam pendakian, selain tak boleh kotor (leteh), paling penting diperhatikan apabila Gunung Batur sedang berstatus waspada. Jika, status waspada muncul, pemandu sudah jelas tidak berani mengajak tamu untuk naik ke puncak. Untuk itu, sebelum naik ke gunung, para pemandu berkoordinasi dengan pihak vulkanologi Gunung Batur, sehingga mengetahui keadaan gunung sebelum berangkat.
Wisata petualangan di Gunung Batur tetap menghasilkan suatu resiko. Meskipun risiko dan ketidakpastian merupakan unsur penting dalam pengalaman pendakian gunung, tujuan dari kegiatan ini adalah agar tetap terkendalikan, memanjat tinggi dan kemudian pulang. Namun, bahaya tetap ada dalam pendakian gunung serta memerlukan penilaian yang baik tentang situasi-situasi yang sulit bagi peserta dan panduan untuk memprediksi, dalam rangka bagi mereka untuk tetap mengendalikan situasi seperti itu. Meskipun teknologi dan pengetahuan pendaki telah meningkat, kemampuan untuk membuat penilaian tentang kondisi lokal, persyaratan pendakian dan kemampuan peserta masih merupakan tugas yang sulit bagi pemandu. Sebuah pertanyaan penting bagi operator wisata petualangan adalah bagaimana untuk menjaga resiko tersebut tetap seimbang (Buckley, Adventure Tourism, 2007)
Fenomena gunung api sebagai obyek dan daya tarik wisata alam sebetulnya tidak hanya sekedar menawarkan gunung dengan pemandangan alam dan udaranya yang sejuk, tetapi juga memiliki potensi daya tarik lain. Keberadaan kawah maupun kaldera, sumber air panas yang biasanya berkaitan dengan keberadaan gunung api juga menjadi daya tarik tambahan lainnya. Terlebih jika terdapat adat istiadat / budaya masyarakat setempat, seperti upacara tradisional maupun legenda yang berkaitan dengan gunung api ataupun letusannya.
Kegiatan Petualangan Yang Ramah Lingkungan
Berikut adalah kegiatan wisata petualangan yang dapat di lakukan di Gunung Batur, namun tetap memperhatikan aspek-aspek ekologis dan keberlanjutan di masa depan.
- Trekking
- Panjat Tebing
- Berkemah/Camping
- Kano (di Danau Batur)
- Wisata Air Panas alam
Kegiatan-kegiatan diatas dapat dimodifikasi sedemikian rupa, sehingga lebih menarik bagi wisatawan. Dan diakhir kegiatan wisatawan dapat berperan serta melakukan penanaman pohon penghijauan (1 wisatawan menanam minimal 1 pohon) dan ikut serta melepas bibit ikan di Danau Batur
Aspek Pariwisata Berkelanjutan
Pembangunan pariwisata berkelanjutan, seperti disebutkan dalam Piagam Pariwisata Berkelanjutan (1995) adalah pembangunan yang dapat didukung secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Artinya, pembangunan berkelanjutan adalah upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya secara berkelanjutan. Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui prinsip-prinsipnya yang dielaborasi berikut ini.
1. Partisipasi
Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol pembangunan pariwisata dengan ikut terlibat dalam menentukan visi pariwisata, mengidentifikasi sumbersumber daya yang akan dipelihara dan ditingkatkan, serta mengembangkan tujuan-tujuan dan strategistrategi untuk pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata. Masyarakat juga harus berpartisipasi dalam mengimplementasikan strategi-strategi yang telah disusun sebelumnya.
2. Keikutsertaan Para Pelaku/ Stakeholder Involvement
Para pelaku yang ikut serta dalam pembangunan pariwisata meliputi kelompok dan institusi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), kelompok sukarelawan, pemerintah daerah, asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihakpihak lain yang berpengaruh dan berkepentingan serta yang akan menerima dampak dari kegiatan pariwisata.
3. Kepemilikan Lokal
Pembangunan pariwisata harus menawarkan lapangan pekerjaan yang berkualitas untuk masyarakat setempat. Fasilitas penunjang kepariwisataan seperti hotel, restoran, dsb. seharusnya dapat dikembangkan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan bagi penduduk setempat serta kemudahan akses untuk para pelaku bisnis/wirausahawan setempat benar-benar dibutuhkan dalam mewujudkan kepemilikan lokal. Lebih lanjut, keterkaitan (linkages) antara pelaku-pelaku bisnis dengan masyarakat lokal harus diupayakan dalam menunjang kepemilikan lokal tersebut.
4. Penggunaan Sumber daya yang berkelanjutan
Pembangunan pariwisata harus dapat menggunakan sumber daya dengan berkelanjutan yang artinya kegiatan-kegiatannya harus menghindari penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (irreversible) secara berlebihan. Hal ini juga didukung dengan keterkaitan lokal dalam tahap perencanaan, pembangunan dan pelaksanaan sehingga pembagian keuntungan yang adil dapat diwujudkan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan pariwisata harus menjamin bahwa sumber daya alam dan buatan dapat dipelihara dan diperbaiki dengan menggunakan kriteria-kriteria dan standar-standar internasional.
5. Mewadahi Tujuan-Tujuan Masyarakat
Tujuan-tujuan masyarakat hendaknya dapat diwadahi dalam kegiatan pariwisata agar kondisi yang harmonis antara pengunjung/wisatawan, tempat dan masyarakat setempat dapat terwujud. Misalnya, kerja sama dalam wisata budaya atau cultural tourism partnership dapat
dilakukan mulai dari tahap perencanaan, manajemen, sampai pada pemasaran.
6. Daya Dukung
Daya dukung atau kapasitas lahan yang harus dipertimbangkan meliputi daya dukung fisik, alami, sosial dan budaya. Pembangunan dan pengembangan harus sesuai dan serasi dengan batas-batas lokal dan lingkungan. Rencana dan pengoperasiannya seharusnya dievaluasi secara reguler sehingga dapat ditentukan penyesuaian/ perbaikan yang dibutuhkan. Skala dan tipe fasilitas wisata harus mencerminkan batas penggunaan yang dapat ditoleransi (limits of acceptable use).
7. Monitor dan Evaluasi
Kegiatan monitor dan evaluasi pembangunan pariwisata berkelanjutan mencakup penyusunan pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata serta pengembangan indikator-indikator dan batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata. Pedoman atau alat-alat bantu yang dikembangkan tersebut harus meliputi skala nasional, regional dan lokal.
8. Akuntabilitas
Perencanaan pariwisata harus memberi perhatian yang besar pada kesempatan mendapatkan pekerjaan, pendapatan dan perbaikan kesehatan masyarakat lokal yang tercermin dalam kebijakan-kebijakan pembangunan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam seperti tanah, air, dan udara harus menjamin akuntabilitas serta memastikan bahwa sumber-sumber yang ada tidak dieksploitasi secara berlebihan.
9. Pelatihan
Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan pelaksanaan program-program pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan masyarakat dan meningkatkan keterampilan bisnis, vocational dan profesional. Pelatihan sebaiknya meliputi topik tentang pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan, serta topik-topik lain yang relevan.
10. Promosi
Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga meliputi promosi penggunaan lahan dan kegiatan yang memperkuat karakter lansekap, sense of place, dan identitas masyarakat setempat. Kegiatan-kegiatan dan penggunaan lahan tersebut seharusnya bertujuan untuk mewujudkan pengalaman wisata yang berkualitas yang memberikan kepuasan bagi pengunjung. (Priyani, Jurnal Priwisata 2002)
Penutup
Wisata gunung api di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai wisata petualangan alternatif salah satu bentuk diversifikasi produk wisata. Hal ini didukung dengan besarnya potensi gunung api yang terdapat di Indonesia baik yang aktif maupun tidak. Beberapa diantaranya bahkan telah menjadi obyek wisata yang terkenal secara nasional maupun internasional. Namun saat ini pemanfaatan gunung api sebagai daya tarik wisata masih sebagai obyek wisata yang bersifat rekreatif, dan belum menggali lebih mendalam aspek ilmiah kegunungapiannya, serta perlunya kesadaran untuk melakukan pelestarian.
Beberapa kendala seperti kegiatan atau aktivitas gunung api yang berbahaya maupun kendala aksesibilitas, sumber daya manusia maupun pengemasan produk wisata memang masih membatasi pengembangannya menjadi suatu jenis wisata yang bisa bersifat rekreatif edukatif, dengan tetap memperhatikan aspek-aspek kegunungapiannya dan manfaatnya bagi wisatawan. Dengan arahan pengembangan yang tepat, jenis wisata ini dapat menambah kekayaan daya tarik wisata di Indonesia.
Denpasar, 17 Juni 2011
Nararya Narottama
Daftar Pustaka:
- Anon 1: Gunung Merapi, http://id.wikipedia.org/wiki/GunungMerapi (diakses pada 10 Juni 2011)
- Anon 2: Taman Nasional Gunung Merapi, http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Nasional_Gunung_Merapi (diakses pada tanggal 10 Juni 2011
- Anon 3: Krakatau, http://id.wikipedia.org/wiki/Krakatau (diakses pada tanggal 10 Juni 2011)
- Anon 4,5,6: Batur, http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Batur (diakses pada tanggal 10 Juni 2011)
- Ardika, I.W. Pariwisata Budaya Berkelanjutan. Program Studi Kajian Pariwisata Universitas Udayana. Denpasar: 2003.
- Buckley, Ralf, Adventure Tourism, International Centre for Ecotourism Research, Griffith University Gold Coast, Australia, 2007
- Butler, R.W. Tourism, Environment and Sustainable Development. Environmental Conservation. 1991.
- Darmayudha, Suasthawa I M., I W. Koti Cantika. 1991. Filsafat Adat Bali. PT. Upada Sastra, Denpasar:1991
- Hall, Michael and Stephen J.Page, The Geography of Tourism and Recreation, Environment, Place and Space.Third edition, New York, 2006
- Koswara, Herliana, Gunung Berapi Sebagai Daya Tarik Wisata, Jurnal Warta Pariwisata ITB, Volume IV Nomer 1, Agustus 2001 (hal 1)
- Kemenkes: 198 Nyawa Direnggut Merapi, www.metrotvnews.com, 2010, diakses pada Jumat, 10 Juni 2011 http://www.metrotvnews.com/metromain/newscatvideo/nusantara/2010/11/12/116715/Kemenkes-198-Nyawa-Direnggut-Merapi
- Tribuwani, Wiwien. Sekali Lagi Pariwisata Alam, Pariwisata Berkelanjutan dan Ecotourism Jurnal Warta Pariwisata ITB, Volume V, Nomer 3, Juni 2002 (hal 2)
- Rigg, Jonathan. Indonesia Heritage: Vol. 2 The Human Environment, Grolier International, Jakarta. 1996
- Tribuwani, Wiwien. Sekali Lagi Pariwisata Alam, Pariwisata, Pariwisata Berkelanjutan dan Ecotourisme, Pusat Penelitian Kepariwisataan ITB.
- (http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php?id=1246 diakses pada tanggal 14 Juni 2011)
- World Commission on Environmental and Development (WCED), Our Common Future. Australia: Oxford UniversityPress. 1987.
- World Tourism Organization (WTO), Tourism and Poverty Alleviation Recommendations for Action. Madrid, Spain: 2004
- Foto-Foto:
- Foto 1: Borsak Mangatasi Nababan, Letusan Merapi Pagi Ini Paling Besar, 2010 diakses pada 10 Juni 2011 https://nababan.wordpress.com/2010/11/05/letusan-merapi-pagi-ini-paling-besar/
- Foto 2 : Peta Pulau Bali, www.hayesbrothers.net diakses tanggal 14 juni 2011
- Foto 3 : Peta Daerah Bangli, http://balidailytoursandtravel.com/place-of-interest/bangli-regency?lang=id diakses pada tanggal 14 Juni 2011
- Foto4: Gunung Batur, http://balibagustravel.blogspot.com/2011/04/gunung-batur.html diakses pada tanggal 14 Juni 2011
- Foto 5: View Gunung Batur dari atas (Sumber: Google Earth, 10/06/2011)
- Foto 6: Pesona Sunrise Gunung Batur (Sumber: Koleksi Pribadi Penulis)
No comments:
Post a Comment